LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN KONFLIK

LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

                                                                                   
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Stase Manajemen Keperawatan











Oleh
Yuli Yuliani
4012180037




Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Bina Putera Banjar
2018




KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

A.      Definisi Konflik
Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang atau lebih. (Marquis & Huston 1998).
Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua orang atau organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.
Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak organisasi untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi, tergantung bagaimana manajer  mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang tidak dapat dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya dengan baik.

B.       Kategori Konflik
Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1.    Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.
2.    Interpersonal
Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan teman sesama manajer, atasan dan bawahannya.
3.    Intergroup ( Antar Kelompok )
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen atau organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan prasarana.
Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis & Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama. Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

C.      Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1.   Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
1)        Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di sengaja.
2)        Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan hinaan.
3)        Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2.        Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3.        Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4.     Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5.       Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
6.        Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7.   Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay kelompok.
8.    Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan.
9.  Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10.   Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.

D.      Proses Konflik
        Proses Konflik di bagi menjadi beberapa tahapan antara lain :
1.    Konflik Laten
Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara nyata atau tidak pernah terjadi.
2.    Konflik yang dirasakan ( felt konflik)
Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu maslah/ancaman terhadap keberadaannya.
3.    Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan organisasi.
4.    Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-win solution” .
5.    Konflik “Aftermatch”
Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

E.       Penyelesaian Konflik
            Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah  menyelesaikan suatu konflik meliputi :
1.    Pengkajian
a.    Analisa situasi
identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.
b.    Analissa dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu.
c.    Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2.    Identifikasi
Identifikasi dilakukan dengan mengelola perasaan. Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3.    Intervensi
a.    Masuk pada konflik
b.    Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
c.    Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
d.   Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik
e.    Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

F.       Strategi Penyelesaian Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :
1.    Kompromi atau Negosiasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian seperti ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh midle – dan top manajer keperawatan.
2.    Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik. Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan untuk perbaikan da masa mendatang.
3.    Akomodasi
Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai konsekwensinya.
4.    Smoothing
Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.
5.    Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6.    Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi kedua unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seorangan (Bowditch & Buono, 1994).

G.      Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat diproduktif untuk pertumbuhan individu atau organisasi. Sebaliknya konflik dapat sangat destruktif (Kramer, Schmalenberg, 1978; Lewis, 1976; Myrtle, Glogow, 1978; Nielsen, 1977).
Deutsch (1969, 1973) mengenal empat faktor utama yang menentuka hasil konflik; isu, kekuasaan, kemampuan menanggapi kebutuhan, dan komunikasi. Bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan Schmalenberg (1978).
1.    Isu
Pada konflik yang deskruktif, isu dibesarkan, dirumuskan secara luas dengan bahan secara rinci, dan bermuatan emosi. Pada konflik yang konstruktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal popok yang didiskusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (diadakan) bukan reaksi.
2.    Kekuasaan
Pada kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman dan paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil menga dan kalah. Kekuasaan kostruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandanga pribadi tidak dipaksakan pada orang lain.
3.    Kemampuan menanggapi kebutuhan
Pada konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan. Dengan berjalannya waktu, seseorang menjadi semakin yakin bahwa keyakinannya dan perilakunya adalah benar. Penyelesaian konflik yang konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4.    Komunikasi
Saling tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi, tentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang konstruktif meliputi dialog yang terbuka dan jujur, saling berbagi kekhawaturan, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain. Tujuannya adalah membuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang konstruktif. Jika perbedaan pendapat tentang suatu isu di suarakan dan jika maalah dibuka, hal ini menunjukka bahwa orang-orang terlibat dan perduli. Lawan dari cinta bukanlah benci; tetapi ketidak pedulian. Pada cinta dan benci terdapat energi mereka yang dicintai seseorang akan mempunyai kekuasaan untuk menimbulkan kebencian. Ketidak pedulian bersifat kosong. Energi ditimbilkan melaluai penyelesaian konflik yang efektif dapat digunakan secara positif ke arah pencapaian tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa konflik adalah “akar perubahan pribadi dan sosial” (hlm, 153). Konflik merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif, konflik dapat dinikmati dan memungkinkan perkembangan identitas pribadi.





DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Ed. 3. Jakarta: Salemba Medika

Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC

Supriyatno. 2005. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC

Swanburg, R. 1993. Introductory Manajemen and Leadership for Clinical Nurses. Jakarta: EGC

Swanburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC



Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PENDAHULUAN PENGHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA KEPERAWATAN

LAPORAN PENDAHULUAN POA

LAPORAN PENDAHULUAN DISCHARGE PLANNING