LAPORAN PENDAHULUAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
LAPORAN PENDAHULUAN
KOMUNIKASI
DALAM ORGANISASI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan
Stase Manajemen Keperawatan
Oleh
Yuli Yuliani
4012180037
Program
Profesi Ners
Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)
Bina
Putera Banjar
2018
KOMUNIKASI
DALAM ORGANISASI
A. Pengertian Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah pengiriman
dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun
informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah
komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi
kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi,
produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi.
Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi
lebih kepada anggotanya secara individual.
Komunikasi dalam organisasi sangat penting karena dengan adanya
komunikasi maka seseorang bisa berhubungan dengan orang lain dan saling
bertukar pikiran yang bisa menambah wawasan seseorang dalam bekerja atau
menjalani kehidupan sehari-hari. Maka untuk membina hubungan kerja antar
pegawai maupun antar atasan bawahan perlulah membicarakan komunikasi secara
lebih terperinci
Komunikasi
Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di
antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu.
Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan
hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan
bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang
melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan
yang ditetapkan. Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam
suatu organisasi mensyaratkan:
1. Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang
memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi
yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2. Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam
sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang
pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
B. Macam-Macam Komunikasi
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi
ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi
yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian
dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada
prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor
kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan
informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.
3. Komunikasi massa
Komunikasi
massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan
elektronik.
C. Model
Komunikasi
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human
Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.
Model
komunikasi linier (one-way communication)
Dalam
model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon
yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya
bersifat monolog.
2.
Model
komunikasi interaksional.
Sebagai
kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau
umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di
mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat
bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.
Model
komunikasi transaksional.
Dalam
model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship)
antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku
adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
D. Fungsi
Komunikasi
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi
sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang
komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia
(human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi. Atau dengan
meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai
arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu
sama lain (the flow of messages within a network of interdependent
relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus
komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi
horisontal. Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan
fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding
Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua
arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1.
Downward communication
yaitu
komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen
mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi arus komunikasi
dari atas ke bawah ini adalah:
a. Pemberian
atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b.
Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa
suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c.
Penyampaian informasi mengenai
peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d.
Pemberian motivasi kepada karyawan untuk
bekerja lebih baik.
2.
Upward
communication
Yaitu
komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.
Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a. Penyampaian
informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b.
Penyampaian informasi tentang
persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh
bawahan
c.
Penyampaian
saran-saran perbaikan dari bawahan
d.
Penyampaian
keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.
Horizontal
communication
Yaitu
tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang
memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus komunikasi horisontal ini
adalah:
a. Memperbaiki
koordinasi tugas
b.
Upaya pemecahan masalah
c.
Saling
berbagi informasi
d.
Upaya
pemecahan konflik
e.
Membina
hubungan melalui kegiatan bersama.
E. Tahap-Tahap Komunikasi Dalam
Organisasi
1. Tahap
Ideasi
Tahap ideasi
(ideation), yaitu proses pencipataan gagasan atau informasi yang dilakukan oleh komunikator.
2. Tahap Ecoding
Tahap encoding adalah gagasan atau
informasi disusun dalam serangkain bentuk simbol atau sandi yang dirancang
untuk dikirimkan kepada komunikan dan juga pemilihan saluran dan media
komunikasi yang akan digunakan. Simbol atau sandi dapat berbentuk kata-kata
(lisan maupun tertulis), gambar (poster atau grafik), atau tindakan.
3.
Tahap Pengiriman
Tahap pengiriman (transmitting) adalah gagasan atau pesan-pesan yang telah disimbolkan atau disandikan (encoded) melalui saluran dan media
komunikasi yang tersedia dalam organisasi. Pengiriman pesan dapat dilakukan
dengan berbicara, menulis,
menggambar, dan bertindak. Saluran
yang dilalui pesan-pesan disebut media komunikasi. saluran dan media
komunikasinya dapat berbentuk lisan (telepon,
temu-muka langsung) atau tertulis (papan pengumuman, poster dan buku pedoman), mengalir kebawah (memo
dan instruksi tertulis), keatas (kotak
saran, grievance
prosedure, laporan prestasi kerja), atau ke samping (panitia,
pertemuan antar departemen), formal (diskripsi jabatan dan prosedur
kerja, konferensi) atau informal (ngobrol
makan siang di kafetaria perusahaan), dan aliran satu arah (laporan tahunan yang dipublikasikan) atau dua arah
(konferensi, wawancara pemutusan hubungan kerja).
4.
Tahap Penerimaan.
Setelah pesan dikirimkan melalui media komunikasi, maka diterima oleh
komunikan. Penerimaan pesan ini dapat melalui proses mendengarkan, membaca, atau mengamati tergantung pada
saluran dan media yang digunakan untuk mengirimkannya. Jika informasi atau
pesan berbentuk komunikasi lisan, maka seringkali kegagalan dalam mendengarkan
dan berkonsentrasi mengakibatkan hilangnya pesan-pesan tersebut.
5.
Tahap Encoding
Tahap encoding adalah di mana
pesan-pesan yang diterima diinterprestaikan, dibaca, diartikan, dan diuraikan
secara langsung atau tidak langsung melalui suatu proses berpikir. Pikiran
manusia, sistem memori mekanis, instink binatang, dan proses berpikir lainnya
berfungsi sebagai mekanisme decoding.
Dalam tahap decoding ini dapat
terjadi ketidaksesuaian atau bahkan penolakan terhadap gagasan atau idea yang
di”encoding” oleh
komunikator dikarenakan adanya hambatan teknis, dan lebih-lebih adanya
perbedaan persepsi antara komunikator dan persepsi komunikan dalam hal arti
kata atau semantik.
6.
Tahap Tindakan
Tindakan yang dilakukan oleh komunikan sebagai respon terhadap pesan-pesan
yang diterimanya merupakan tahap terakhir dalam suatu proses komunikasi. Dalam
tahap ini, respon komunikan dapat berbentuk usaha melengkapi informasi, meminta
informasi tambahan, atau melakukan tindakan-tindakan lain. Jika setiap pesan
yang dikirimkan komunikator menghasilkan respon tindakan seperti apa yang
diharapkan, maka dapat dikatakan telah terjadi komunikasi yang efektif.
F. Proses
Komunikasi
Pada
tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua
perspektif, yaitu:
1. Perspektif Kognitif
Komunikasi
menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif adalah penggunaan
lambang-lambang (simbol) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi
tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu (fakta, opini,
gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan
kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki
sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
2. Perspektif Perilaku
Menurut
BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku
verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang
dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance
menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang
verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk
memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir,
mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah
kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita
mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry
W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku
dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk
mempengaruhi penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh
pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika
satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah
informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau
tidak.
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok
yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai
berikut:
1.
Langkah pertama
yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau
pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini
merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
2. Langkah kedua
dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan
informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang
yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek
terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun
perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3. Langkah ketiga
dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).
Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis,
menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga
ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan. Saluran
untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon.
Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang
tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis
seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector). Sumber
berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan,
sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4.
Langkah
keempat, perhatian
dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat lisan, maka
penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak
mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini, penerima melakukan
decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang
disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk
melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima.
Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan
bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5. Proses
terakhir dalam proses
komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber
mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.
Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber
dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu. Penerima
bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik inilah
yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
G. Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial
maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan
melibatkan empat fungsi, yaitu:
1.
Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem
pemrosesan informasi (information-processing system). Maksudnya,
seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang
lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan
setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti
informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan
kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang dalam tataran manajemen
membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna
mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan
(bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan
kesehatan, izin cuti dan sebagainya
2.
Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan
yang berlaku dalam suatu organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi,
ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
a.
Atasan
atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.
Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau
perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan
pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya
dilaksanakan sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap
bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
Ø Keabsahan
pimpinan dalam penyampaikan perintah.
Ø Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
Ø Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang
pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
Ø Tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
b.
Berkaitan
dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian
peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk
dilaksanakan.
3.
Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan
tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya
kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi
bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara
sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding
kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4.
Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.
Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi
tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran
komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat
kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan
aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar
dalam diri karyawan terhadap organisasi.
H. Memahami Komunikasi dalam Organisas
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan
pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu
organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan
gagasan. Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan
mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran
manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam
organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan
kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang
yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang
efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
I. Gaya Komunikasi.
Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan
sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan
dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors
that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan
perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan
tertentu dalam situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya
komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan
harapan dari penerima (receiver).
1.
The
Controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi
ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan
perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap
pesan. Mereka tidak
mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika
umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi
mereka. Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan
pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan
kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yang berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini
sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif
sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif
pula.
2.
The
Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan
kesamaan. The equalitarian style of communication ini ditandai dengan
berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang
bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan
secara terbuka. Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan
gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.
Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai
kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang
bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang
tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam
konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja. The equalitarian
style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya
ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi
untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks. Gaya
komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi
informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi
3.
The
Structuring style
Gaya
komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara
tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan,
penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan
(sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain
dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan
dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill
dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons
menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah
orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan
tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang muncul.
4. The Dynamic style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini
sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para
wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan
utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang
pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5.
The
Relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
6.
The Withdrawal
style
Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam
deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak
ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa
ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan
suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh
karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
J.
Hambatan
Komunikasi dalam Organisasi
1. Hambatan dari Proses Komunikasi
a. Hambatan
dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum jelas bagi
dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi oleh perasaan atau situasi
emosional.
b. Hambatan
dalam penyandian/simbol. Hal ini dapat terjadi karena bahasa yang
dipergunakan tidak jelas sehingga mempunyai arti lebih dari satu, simbol yang
dipergunakan antara si pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang
dipergunakan terlalu sulit.
c. Hambatan
media, adalah hambatan yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi, misalnya
gangguan suara radio dan aliran listrik sehingga tidak dapat mendengarkan
pesan.
d. Hambatan
dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi oleh si penerima.
e. Hambatan
dari penerima pesan, misalnya kurangnya perhatian pada saat menerima
/mendengarkan pesan, sikap prasangka tanggapan yang keliru dan tidak mencari
informasi lebih lanjut.
f. Hambatan dalam
memberikan balikan. Balikan yang diberikan tidak menggambarkan apa adanya akan
tetapi memberikan interpretative, Hambatan tidak tepat waktu atau
tidak jelas dan sebagainya.
2. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat
mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat komunikasi, dan lain
lain, misalnya: gangguan kesehatan (cacat tubuh misalnya orang yang tuna
wicara), gangguan alat komunikasi dan sebagainya.
3. Hambatan Semantik
Faktor pemahaman bahasa dan
penggunaan istilah tertentu. Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi kadang-kadang
mempunyai arti yang berbeda, tidak jelas atau
berbelit-belit antara pemberi pesan dan penerima pesan. Misalnya, adanya
perbedaan bahasa (bahasa daerah, nasional, maupun internasional).
4.
Hambatan Psikologis.
Hambatan psikologis dan sosial
kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya; perbedaan nilai-nilai serta
harapan yang berbeda antara pengirim dan penerima pesan, sehingga menimbulkan
emosi diatas pemikiran-pemikiran dari sipengirim maupun si penerima pesan yang
hendak disampaikan.
5.
Hambatan Manusiawi
Terjadi
karena adanya faktor, emosi dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau
ketidakcakapan, kemampuan atau ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang,
dll.
DAFTAR PUSTAKA
http://desima29.blogspot.co.id/2016/01/makalah-komunikasi-organisasi.html
Komentar
Posting Komentar